putra sayyid muhammad al maliki
Abuyaprof. Dr. Sayyid Muhammad sebagai seorang terkenal sebagai ulama multi disiplin ilmu keislaman. Beliau tidak saja Hafidz Al-Qur'an, namun faqih, ushuli, muarrikh, muhaddits, penyair, dan musnid. Secara nasab beliau adalah ahlu bait. Rantai keilmuan beliau pun bersambung kepada datuknya, Nabi Muhammad saw.
Ou Rencontrer Des Stars A Los Angeles. Berita dukacita datang dari kota suci Mekkah. Sayid Muhammad Bin Alwi Bin Abbas Alhasani, wafat pada 15 Ramadhan 1425, bertepatan dengan tanggal 29 Oktober 2004. Meninggalnya ulama kelahiran Mekkah tahun 1943 1362H cukup mengejutkan warga kota Mekkah, khususnya para mukimin Indonesia yang tinggal di Kota Suci itu. Karena, ulama yang menjadi panutan para kyai di banyak negara ini, sebelum menghembuskan nafas terakhir masih menunaikan shalat subuh di kediamannya. Ketika jenazah Sayid Muhammad Al Maliki hendak dishalatkan di Masjidil Haram, ribuan warga kota Mekkah bergantian menggusung jenazahnya. Dikabarkan sejumlah warga Afrika banyak yang menangis dan histeris. Sementara toko-toko di sekitar Masjidul Haram yang dilewati jenazah mematikan lampu sebagai tanda almarhum di makamkan di pemakaman Ma'la di Mekkah, berdekatan dengan makam Sayidatina Khadijah, istri pertama Rasulullah SAW. Harian Arab Saudi Okaz sengaja mengetengahkan tiga halaman suratkabarnya untuk memuat kegiatan, aktivitas, dan biografi Al Maliki, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara Afrika, Mesir, dan Asia Tenggara. Ayahnya Sayid Alwi Al Maliki adalah guru dari pendiri NU, KH Hasyim Ashari. Dia juga pernah menjadi guru besar di Masjidil Haram pada 1930-an dan 40-an. Banyak ulama sepuh dari Nahdlatul Ulama NU yang menimba ilmu dari Sayid Alwi Al-Maliki. Sepeninggal Sayid Alwi, kiprahnya dilanjutkan oleh Sayid Muhammad Alwi juga pernah mengajar di Masjidil Haram, Makkah. Almarhum ayahnya ini dulu tinggal di Aziziah, yang tidak jauh dari Masjidil Haram. Di masjid yang dijadikan sebagai kiblat umat Islam ini, Sayid Alwi mengajar murid-muridnya yang datang dari berbagai negara, termasuk para jamaah dari Indonesia. Warga Betawi sendiri pada masa-masa itu, banyak mengirimkan anak-anak mereka belajar ke tanah Hejaz sebutan Kerajaan Arab Saudi kala itu.Ketika dua tahun lalu saya berkunjung di kediamannya di Rushaifah sekitar empat kilometer dari Masjidil Haram, terlihat ratusan muridnya yang berdiam di pesantren dan sekaligus kediamannya. Banyak diantara mereka yang berasal dari Indonesia. Di samping dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan sejumlah negara di Umum DPP PAN Amien Rais pernah berkunjung ke Sayid Muhammad Al-Maliki. Demikian pula Hamzah Haz saat masih menjabat sebagai wakil presiden. Banyak ulama Indonesia, saat melaksanakan ibadah haji dan umrah, selalu sowan ke rumah Al yang telah beberapa kali ke Indonesia dan murid-muridnya mempunyai banyak pesantren di pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera, punya perhatian khusus pada Indonesia. Seperti saat Hamzah Haz tahun lalu mengunjunginya, dihadapan para ulama Mekkah dan berbagai negara Islam, ia berdoa agar bangsa Indonesia dipersatuan Allah, dan tidak bercerai depan kediamannya, terdapat sebuah masjid cukup besar. Sementara di bagian dalam, terdapat sebuah lapangan yang biasa digunakan untuk menerima tamu dalam jumlah besar. Boleh dikata Al-Maliki tidak pernah sepi menerima banyak tamu tiap hari. Al-Maliki yang murah senyum dan berwajah tampan, ketika itu, tengah mengadakan pertemuan dengan sejumlah ulama, di antaranya dari Afrika dan Eropa. Pertemuan silaturahmi semacam ini hampir tiap malam pertemuan itu dibacakan maulid Nabi Muhammad SAW, yang boleh dikatakan jarang terjadi di Arab Saudi. Menurut keterangan, di antara murid-muridnya itu banyak para mukimin asal Indonesia yang telah menjadi warga Arab Saudi. Biasanya, setelah shalat Isya para tamu kemudian makan bersama berupa nasi kebuli. Satu nampan besar umumnya dihidangkan untuk 5 hingga 6 orang. Almarhum yang pada tahun 1970-an dan 1980-an kerap berkunjung ke Indonesia. Ia singgah di berbagai pesantren dan perguruan Islam di Indonesia. Ia juga pernah beberapa kali berkunjung ke Majelis Taklim Kwitang, Attahiriyah, dan henti belajar Sayid Muhammad Al Maliki memulai pendidikan di Masjidil Haram, tempat ayahnya pernah mengajar. Kemudian dilanjutkan di sekolah Tahfidil Quran. Masih dalam usia muda, Sayid yang tidak pernah bosan menempa ilmu itu kemudian berkeliling ke India dan Pakistan. Di sini ia belajar di kota Bombay, Hederabad, dan Karachi dari ulama di kota-kota kemudian melanjutkan pelajarannya di Universitas Al-Azhar Bidang Usuluddin dan mendapat gelar doktor. Dari Al-Azhar ia melanjutkan pendidikan ke Maroko dan beberapa negara Afrika Utara. Setelah ayahnya wafat, pada 1971 ia menjadi guru besar di Masjidil Haram. Sebelumnya menjadi dosen syariah di Universitas Makkah Mukarommah. Ia juga pernah dipilih sebagai ketua penelitian internasional dalam perlombaan MTQ pada pertengahan tahun Muhammad Al Maliki mendirikan tidak kurang 30 buah pesantren dan sekolah di Asia Tenggara. Karangannya mencapai puluhan kitab mengenai usuluddin, syariah, fikih dan sejarah Nabi Muhammad. Ia mendapat gelar profesor dari Universitas Al-Azhar pada tanggal 6 Mei 2000. Ratusan murid yang menampa pendidikan di pesantrennya, biaya makan dan pemondokan ditanggungnya, laias Habib Abdurahman A Basurrah, wakil sekjen Rabithah Alawiyah yang lama mukim di Arab Saudi, di Indonesia diantara murid-murid Al-Maliki banyak yang menjadi ulama terkenal dan pendiri dari berbagai pesantren. Murid-muridnya itu antara lain Habib Abdulkadir Alhadad, pengurus Al-Hawi di Condet, Jakarta Timur; Habib Hud Baqir Alatas pimpinan majelis taklim As-Shalafiah; Habib Saleh bin Muhammad Alhabsji; Habib Naqib Bin Syechbubakar yang memimpin majelis taklim di Bekasi; Novel Abdullah Alkaff yang membuka pesantren di Parangkuda, antara ulama Betawi lainnya yang pernah menimba ilmu di Makkah adalah KH Abdurahman Nawi, yang kini memiliki tiga buah madrasah/pesantren masing-masing di Tebet, Jakarta Timur, dan dua di Depok. Masih belasan pesantren dan madrasah di Indonesia yang pendirinya adalah alumni dari Al-Maliki. Seperti KH Ihya Ulumuddin yang memiliki pesantren di Batu, Malang. Demikian pula Pesantren Riyadul Solihin di Ketapang Probolinggo, dan Pondok Pesantren Genggong, juga di Probolinggo. alwi shahab BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
About The BookThis book, considered one of the best about the sublime nature of the Prophet Muhammad, peace and blessings be upon him, comes at an important time when from an Islamic point of view – the prevailing secular consumerism in the West has given birth to an immorality – where even the elect of Allah’s creation – the Prophets and Messengers, may the peace and blessings of Allah be upon them, are not safe from being openly mocked or their lives ridiculed. In the East despotic rulers, the lack of leadership, external interference and sectarian division has opened up chasms of is in this atmosphere that this phenomenal book Muhammad the Perfect Man’ written by the leading Islamic scholar of recent times –Sayyid Muhammad ibn Alawi al-Maliki al-Hasani, is presented to the general readership in English for the first book ranks among the most important works of the author who writes with great erudition and love about the perfection of the last of the Messengers, Muhammad peace and blessings be upon him, sourcing every point from Islamic sources. The book starts with the perfection of the noble lineage of the Prophet, followed by the perfection of his physical form and discusses in detail the perfection of the Muhammadan heart. In the 300 pages that follow the Perfection of the Prophetic attributes are listed in detail - ranging from the perfection of the Prophetic knowledge, justice, mercy, humility, leadership, courage, generosity, patience, loyalty, wisdom, oratory and forbearance to name but just a few. The author contends from a traditional Islamic point of view that the message of Islam can only be perfect if the bringer of that message is himself author catalogues the Prophetic Perfections in great detail and provides scriptural evidence with meticulous scholarly serves as a timely reminder to the characteristics of the greatest human being that ever lived, and presents an insight into the noble Prophetic way, the behavioural code of conduct – the Sunna – of the Perfect Man, that he, may the peace and blessings of Allah be upon him, left behind for all peoples for all book is further augmented by Khalid Williams’ lucid and exemplary translation adding depth, breadth, clarity and making this within easy reach of the English speaking book is a modern day classic in the Arabic language – with it’s translation it is set to becomes the same in The AuthorThe author, Sayyid Muhammad son of Sayyid al-Maliki 1367 AH/1944 CE — 1425 AH/2004 CE, is an Idrisi Sharif whose ancestors emigrated to Mecca from Morocco. His father Sayyid 'Alawi was one of the most eminent and popular scholars of Mecca, as had been his grandfather, Sayyid 'Abbas. He was raised in a house of knowledge and spirituality and received tuition in all branches of Islamic knowledge from his father and then from the most eminent scholars in Mecca, Jeddah, and Medina at that was taught to love and respect people of high spiritual rank and became deeply attached to the great saints of his time, such as Habib 'Abdal-Qadir al-Saqqaf, Habib Ahmad Mashhur al-Haddad in Jeddah, Sayyid Hasan Fad'aq and Sayyid Muhammad Amin Kutbi in Cairo he received special attention from masters such as Shaykh Salih al-Ja'fari, the leading Malik' scholar of Egypt at the rime, Shaykh al-Hafiz al-Tijani, the well known traditionist, and Shaykh Abdul Halim Mahmud, rector of al-Azhar University. He made special trips to Upper Egypt to visit the great Shaykh Ahmad Ridwan. He also had connections with numerous masters in Syria, Lebanon, Iraq, Morocco, India, and Pakistan. Sayyid Muhammad became the foremost Sunni scholar of the Hijaz of his time.
NWDI Online. Com - Abuya As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alawi Al-Maliki Al-Hasani lahir di kota Makkah tahun 1365 H / 1945 M. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah Makkah, dimana ayah beliau As-Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di Halaqoh Masjidil Haram Makkah yang tempatnya sangat masyhur dekat As-Sayyid Alawi Al-Maliki wafat, putera beliau Abuya As-Sayyid Muhammad Al-Maliki Al-Hasani tampil sebagai penerus. Disamping mengajar di Masjidil Haram, beliau juga diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah mata kuliah Ilmu Hadits dan lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua universitas tersebut, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil membuka Majlis Ta’lim di kediaman beliau kawasan Utaibiyyah Makkah. Tak berapa lama, tempat kediaman beliau pindah ke kawasan Rushoifah As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alawi Al-Maliki Al-Hasani lebih suka dipanggil oleh semua santrinya dengan sebutan 'Abuya' daripada dengan sebutan yang lain. Penggilan Abuya ini bertujuan agar hubungan antara guru dan murid tidak sekedar hubungan dhohir tapi juga hubungan batin, seperti hubungan orang tua dengan anaknya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab المنهج السوي Karangan Alhabib Zen bin Ibrohim bin Smithآبَاؤُكَ ثَلاَثَةٌ أَبُوْكَ الَّذِى وَلَدَكَ, وَالَّذِى زَوَّجَكَ ابْنَتَهُ, وَالَّذِى عَلَّمَكَ وَهُوَ أَفْضَلُهُمْ"Bapakmu ada tiga. Pertama Bapak yang dengannya kamu lahir ke dunia. Kedua Bapak yang telah menikahkan anaknya dengan kamu. Ketiga Bapak yang telah mendidik dan memberimu ilmu, dan dia yang paling utama diantara yang lain."Nasab AbuyaNasab Abuya bersambung hingga kepada Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dari jalur Sayyidina Hasan bin Ali Karamallahu wajhah. Oleh karena itu, dalam penyebutan nama beliau disematkan nisbat al-Hasani. Mereka adalah anak cucu Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, wajib untuk kita muliakan, sebagaimana disebutkan dalam kitab Maulid Ad-Daiba'iy,أَهْلُ بَيْتِ الْمُصْطَفَى الطُّهُرِهُمْ أَمَانُ اْلأَرْضِ فَالذَّكِرِ"Mereka para Ahlul Bait Nabi adalah manusia suci. Dan ingatlah bahwa mereka adalah para penjaga bumi."Madzhab AbuyaAbuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani bermadzhab Imam Malik. Meski demikian, Abuya tidak menyuruh para santrinya untuk mengikutinya Mazhab Imam Malik, kecuali hanya beberapa orang saja, bahkan Abuya sengaja memanggil beberapa Ulama' yang bermadzab Imam Syafi'i untuk mengajari Fikih Madzhab Imam Syafi' AbuyaAbuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani sangat tidak suka dengan orang yang fanatik terhadap salah satu aliran atau kelompok. Sebagaimana Abuya juga tidak suka dengan kekerasan dan orang yang keras. Sebagaimana dawuh beliau,أَكْرَهُ التَّعَصُّبَ وَالْمُتَعَصِّبِيْنَ, وَالتَّشَدُّدَ وَالْمُتَشَدِّدِيْنMetode Tarbiyah AbuyaMetode Tarbiyah Abuya As-Sayyid Muhammad bin Assayyid Alawi Al-Maliki Al-Hasani di dalam mendidik santri-santrinya tercermin dalam beberapa Kalam Hikmah beliau, antara lainAbuya Lebih Mengutamakan Akhlak daripada أُعَلِّمُ الأَخْلاَقَ وَ الْمُرُوْؤَةَ قَبْلَ الْعِلْمِ وَ الْكِتَابِ"Aku mendahulukan mengajarkan akhlak dan Muru'ah, sebelum mengajarkan ilmu dan kitab."Abuya Lebih Mengutamakan Khidmah daripada الْخُدُوْمُ اَحْسَنُ عِنْدِي مِنَ الطَّالِبِ الْمُجْتَهِدِ"Santri pengkhidmah lebih baik bagiku daripada santri yang giat belajar."Karya AbuyaAbuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani termasuk Ulama' produktif yang banyak menghasilkan karya berupa kitab-kitab pedoman Ahlussunnah Waljamaah. Karya-karya Abuya lebih dari 100 kitab, baik yang sudah dicetak ataupun yang masih berupa 'Makhtuthat' manuskrip. Diantara karya Abuya yang sangat masyhur adalah kitab yang berjudul,مَفَاهِيْمُ يَجِبُ أَنْ تُصَحَّحْ"Faham-Faham Yang Harus Diluruskan"Amanah AbuyaPada bulan Syawal 1423 H. atau bertepatan dengan Desember 2002 M., Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani berkunjung ke Malaysia. Dalam kunjungan tersebut, Abuya memberikan amanah kepada murid paling senior, yaitu KH. Muhammad Ihya’ Ulumiddin agar membuat wadah bagi para ini merupakan usulan pendapat dari Abuya As-Sayyid Ahmad putera beliau. Alhamdulillah, pada hari Rabu tanggal 2 Muharrom 1424 H atau bertepatan dengan 5 Maret 2003 M sebanyak 25 murid beliau berkumpul di kediaman KH. Muhyiddin Nor Pondok Pesantren Darussalam Tambak Madu santri Abuya yang hadir sepakat untuk mewujudkan amanah beliau dalam berdakwah secara berjamaah. Wadah tersebut kemudian dengan diberi nama Hai’ah Ash-Shofwah. Dan pada acara tahunan Musyawarah Nasional Mukernas ke VIII Tahun 2014, diputuskan agar nama organisasi ini ditambah menjadi Hai'ah Ash-Shofwah al-Malikiyah. Hal ini untuk menghindari kerancuan dengan sebuah organisasi yang bernama Yayasan Ash Shofwah yang berpusat di ini kantor pusat Hai'ah Hai'ah Ash-Shofwah al-Malikiyah berada di Jln. Gayungsari Surabaya, sebelah timur Masjid Al-Akbar Surabaya. Organisasi para Alumni Abuya Al Maliki ini sudah memiliki 21 kantor cabang Niqobah di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota yang sudah terdata kurang lebih 900 para habaib dan AbuyaDiantara sekian banyak karomah Abuya As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alawi Al-Maliki Al-Hasani yang tidak bisa dipungkiri siapapun, adalah doa dan permohonan Abuya kepada Allah,أَتَمَنَّى مِنَ اللهِ اَنْ يَقْبِضَ رُوْحِيْ بَيْنَ طُلاَّبِيْ وَ كُتُبِيْ وَ اَنَا صَائِمٌ"Saya memohon kepada Allah agar ruhku dicabut ketika saya berada di tengah santri-santri dan kitab-kitabku, dan saya dalam keadaan berpuasa."Abuya As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani wafat hari jumat tanggal 15 Romadhon 1425 H. atau 30 Oktober 2004 M. Beliau wafat di kamar beliau yang penuh dengan kitab-kitab dan ditunggui oleh para santri kita sebagai santri dan pecinta Abuya Al-Maliki selalu mendapat barokah dan Madad Abuya Al-Maliki. Alfatihah....اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani. Foto Istimewa - Al-Allamah al-Muhaddits Prof. Dr. as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani. Beliau wafatnya pada hari Jum’at, malam 15 Ramadhan di waktu sahur, wafat di saat beliau beristighfar di waktu Sahur, pada malamnya beliau tidak mengajar kitab-kitab namun banyak menceritakan perihal surga dan menyatakan hasratnya untuk bertemu dengan ayahnya, Sayyid Alawi al-Maliki. Beliau wafat hari Jumat 15 Ramadhan 1425 H bertepatan dengan tanggal 29 Oktober 2004 M dan dimakamkan di pemakaman al-Ma’la di samping makam istri Rasulallah Saw. Khadijah binti Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al- Hasan dan al-Husein dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut satu persatu di sini. Salah satu kebiasaan beliau dibulan Ramadhan setelah shalat Tarawih selalu membaca Manaqib Sayyidah Khadijah Al-Kubra dan beliau juga mengarang Kitab Manaqib Sayyidah Khadijah Al-Kubra dengan judul Al-Bushra Fi Manaqib Al-Sayyidah Khadijah Al-Kubra kabar gembira tentang biografi Sayyidah Khadijah wanita yang agung. Detik-detik Wafatnya Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki Al-Habib Hamid bin Zaid pernah menempuh pendidikan di Pesantren Darul Mustafa Hadramaut Yaman dan telah menikah dengan adik perempuan istri Sayyid Muhammad al-Maliki. Seminggu sebelum Ramadhan 1425 H, Habib Hamid menerima telepon dari Sayyid Muhammad al-Maliki di Mekah dan memintanya supaya datang ke Mekah untuk umrah dan menemuinya. Habib Hamid memenuhi undangan tersebut dan bersama istrinya segera mempersiapkan segala keperluan untuk keberangkatannya. Tiket dan visa sudah diurus oleh biro perjalanan yang ditunjuk Abuya panggilan hormat untuk Sayyid Muhammad al-Maliki. “Saya hanya mengurus paspor. Seluruh biaya juga ditanggung Abuya,” kata Habib Hamid. Hari kedua Ramadhan, Sayyid Muhamad al-Maliki kembali meneleponnya. Beliau meminta Habib Hamid untuk segera terbang ke Mekah. “Kamu harus cepat menyelesaikan urusanmu, segeralah terbang ke Mekah,” pinta Sayyid Muhammad al-Maliki terkesan agak cemas. Hari keempat Ramadhan, kembali beliau menelepon untuk memastikan Habib Hamid dan istrinya jadi berangkat. “Ketika itu Abuya bilang agar saya langsung saja terbang ke Madinah untuk berziarah ke Makam Rasulullah Saw. dan shalat di Masjid Nabawi. Sekali lagi, saat itu, beliau meminta agar secepatnya sampai di Mekah.” Tepat pada 5 Ramadhan 1425 H, Habib Hamid dan istri terbang menuju Madinah. Di bandar udara, dijemput oleh salah seorang murid Sayyid Muhammad al-Maliki dan membawanya ke hotel yang telah disediakan. Dua hari di Madinah, kemudian terbang ke Mekah. “Saya sampai di Mekah pada tanggal 8 Ramadhan dan langsung istirahat di hotel yang disediakan Abuya. Sorenya baru dijemput oleh Habib Isa bin Abdul Qadir, salah satu murid beliau untuk menemui orang yang paling saya kagumi, Sayyid Muhammad al-Maliki al-Hasani. Sungguh tegang dan jantung berdetak lebih keras dari biasanya.” Sore itu, seusai sholat Ashar, Abuya menerima Habib Hamid di ruang kerjanya. “Beliau memelukku, mengucap selamat datang dan bertanya kabar teman dan muridnya di Indonesia, seperti Habib Abdurrahman Assegaf Bukit Duri, Habib Abdullah al-Kaf Tegal, KH. Abdullah Faqih Langitan dan ulama lainnya. Saya jawab semua baik-baik saja. Setelah itu saya kembali ke hotel. Beliau pesan, agar nanti berbuka puasa bersama dengannya,” kenang Habib Hamid. Ketika saat berbuka puasa hampir tiba, utusan Sayyid Muhammad al-Maliki menjemput Habib Hamid.“Hamid, apa yang kau bawa dari Indonesia?,” tanya Abuya tiba-tiba, saat Habib Hamid masuk ke ruang kerjanya. “Saya membawa dodol durian kesukaan Abuya,” jawab Habib Hamid. Wajah Sayyid Muhammad al-Maliki tampak gembira sekali. Beliau langsung membagikan oleh-oleh itu kepada teman-teman dan muridnya yang ada di situ. Beliau juga langsung mencicipinya saat buka puasa tiba. “Ada titipan lagi buat saya?,” tanya Abuya lagi. “Ya, saya membawa buah mangga dan kelengkeng” Dahi Abuya berkerut. “Kelengkeng? Buah apa itu?,” tanya beliau. Habib Hamid menjelaskan buah kelengkeng dan meminta beliau mencobanya. “Abuya tampak suka sekali buah itu, dan memakannya sampai menjelang shalat Isya,” tutur Habib Hamid. Malam itu, tepat malam tanggal 9 Ramadhan 1425 H, Habib Hamid berkesempatan shalat Isya dan Tarawih berjamaah bersama Sayyid Muhammad al-Maliki. Saat itu ikut berjamaah beberapa ulama dari Turki, Mesir dan beberapa negara lain. Tiba-tiba Sayyid Muhamad al-Maliki memanggil Habib Hamid. “Hamid bin Zaid, kamu jadi imam Tarawih!” kata Sayyid Muhammad al-Maliki. Habib Hamid tidak merasa namanya yang dipanggil, sebab ia merasa tidak mungkin ditunjuk menjadi imam. Sementara di situ banyak ulama besar yang pasti lebih layak menjadi imam shalat Tarawih. Sekali lagi Sayyid Muhammad al-Maliki memanggil Habib Hamid.“Hamid bin Zaid, kamu yang akan menjadi imam.” “Sulit dipercaya, saya yang masih muda ini ditunjuk menjadi imam. Sementara di belakang saya ada Abuya dan ulama-ulama besar yang disegani. Sungguh, saya gemetar. Membaca surah al-Fatihah yang biasanya lancar di luar kepala pun, menjadi terasa sangat sulit. Alhamdulillah, saya mampu melewati ujian berat itu dengan baik, meskipun harus gemetaran.” Habib Hamid melanjutkan ceritanya. Selesai shalat Tarawih, Sayyid Muhammad al-Maliki membaca shalawat dan qasidah. “Menurut murid-muridnya, setiap Ramadhan, seusai shalat, beliau selalu membaca Qasidah Sayyidah Khadijah al-Kubra. Beliau juga sering berziarah ke makam istri pertama Nabi Saw. bersama keluarganya. Sebelum meninggalkan masjid, beliau memanggil dan menyuruh saya umrah malam itu juga.” “Sebelum saya berangkat umrah, Abuya sempat menanyakan keadaan Indonesia. Beliau ingin berkunjung ke Indonesia, bertemu dengan para ulama dan murid-muridnya. Tapi waktunya belum tepat, beliau bilang, kesibukan menulis buku dan pertemuan dengan para ulama Mekah, sangat menyita waktunya.” Pada 10 Ramadhan, kembali Abuya memanggil Habib Hamid untuk shalat Tarawih bersama dan untuk kedua kalinya menyuruhnya umrah.“Ajaklah istrimu untuk umrah dan kembalilah untuk shalat Shubuh berjamaah, pesan Abuya sebelum saya berangkat umrah. Saya pun berpamitan sambil meminta izin untuk pergi ke Jeddah, sekadar silaturrahim ke saudara-saudara istri saya. Abuya hanya memberi izin dengan isyarat tangan dan wajah menunduk. Saya merasa, beliau tidak ingin mengizinkan saya pergi, tapi juga tidak ingin mencegah. Saya akhirnya memutuskan untuk tidak pergi ke Jeddah.” Pagi hari tanggal 11 Ramadhan, Habib Hamid shalat Shubuh bersama bersama Sayyid Muhamad al-Maliki. Beliau terkejut saat saya berada di sampingnya. “Kamu tidak jadi pergi ke Jeddah?” tanyanya. “Tidak Abuya,” sahut Habib Hamid. “Bagus!” jawab Abuya sambil memeluknya. Malamnya, seperti hari sebelumnya, Habib Hamid berjamaah shalat Tarawih yang diakhiri dengan membaca qasidah Sayyidah Khadijah al-Kubra. Malam itu juga, Habib Hamid mendapat perintah Sayyid Muhammad al-Maliki untuk umrah yang ketiga kalinya. “Pada 12 Ramadhan, selesai shalat Isya, Abuya menyuruhku untuk umrah yang keempat kalinya. Katanya, itu adalah umrah terakhir atas perintahnya. Perasaan saya memang tak enak saat beliau mengatakan itu. Ah, mungkin beliau punya rencana lain untuk saya besok.” Rabu 13 Ramadhan, untuk kedua kalinya, Habib Hamid ditunjuk menjadi imam Tarawih oleh Sayyid Muhammad al-Maliki. Saat itu jamaahnya sekitar 200 orang, sebagian besar adalah tamu-tamu Abuya. “Malam itu, beliau merasa letih dan kakinya kesemutan.” Di luar kebiasaan pula, kali ini, Abuya tidak membaca sholawat dan qasidah. Beliau meminta murid-muridnya, Bilal, Burhan, Aqil al-Aththas dan satu murid asal Kenya, membacakan secara bergantian. Sayyid Muhammad al-Maliki kelihatan sangat lelah. Maklum terkadang selama hampir 24 jam terjaga. Tamunya tak pernah berhenti mengalir, dan di sela waktu luangnya, masih tekun menulis dan membaca buku. Perpustakaan di rumah tinggalnya sampai membutuhkan tiga lantai. Kamarnya juga penuh dengan buku. Selain itu, beliau juga suka berkebun, tanahnya luas. “Abuya juga punya kebun buah yang cukup luas.” Kata Habib Hamid. Akhirnya, Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki masuk rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan. Menurut dokter, kondisinya cukup baik, hanya perlu istirahat di rumah sakit. Pada kamis 14 Ramadhan, istri dan keluarga beliau menjenguk. “Apa kabar Hamid bin Zaid, kamu betah di sini?” tanya Abuya ambil memandangku. Seperti biasanya, wajahnya kelihatan gembira, tidak seperti orang yang sedang sakit. “Kami tidak lama di rumah sakit, karena istri dan anak-anak Abuya akan berziarah ke Ma’la, ke makam Sayyidah Khodijah al-Kubra. Ziarah kali ini aneh. Biasanya istri Abuya tidak pernah turun dari mobil. Beliau membaca sholawat dan qasidah dari dalam mobil. Eh, hari itu beliau dan semua anggota keluarga bersama-sama membaca al-Fatihah di makam istri pertama Rasulullah Saw.” ungkap Habib Hamid. Malamnya, murid dan kerabat beliau berkumpul di rumah akit. Wajah beliau tidak berubah, tetap gembira, seperti tidak sedang sakit. “Sekitar jam dokter datang, dan mengatakan Abuya sudah sembuh. Kami semua memekik, Allahu Akbar!” Saat Bulan Purnama Tersaput Awan Di luar rumah sakit sesaat kemudian, Sayyid Muhammad al-Maliki meminta izin kepada dokter untuk menengok keluarga dan murid-muridnya. Tepat jam beliau keluar dari rumah sakit. Sebelum masuk ke mobil, Abuya menghadap ke langit selama dua menit. Bilal, salah satu muridnya bertanya “Ada apa, Abuya?” Abuya al-Maliki menjawab “Tidak ada apa-apa.” Saat itu, seharusnya bulan sedang purnama sangat indah, namun malam itu justru tertutup awan.“Sebelumnya dalam beberapa hari terakhir, beliau selalu meminta agar murid-muridnya melihat bulan, dan bertanya apakah bulan sudah kelihatan?” Dari rumah sakit, beliau tidak langsung ke rumah, tapi ke pondok pesantren, untuk menemui murid-murinya. Saat itu jam “Saya sendiri yang membukakan pintu gerbang. Setelah itu, datang Sayyid Abbas, adiknya, bersama keluarga yang lain. Kami bersama-sama membaca qasidah, lalu terlibat dalam obrolan yang sesekali diselingi dengan tertawa lebar,” cerita Habib Hamid sambil mengenang peristiwa penting itu. Pertemuan malam itu, katanya, diakhiri dengan sahur bersama. Sebelumnya, Abuya sempat bertemu kakaknya dan bikin perjanjian untuk berbuka puasa hanya dengan tiga buah kurma dan air zamzam. “Pas jam beliau meminta semuanya istirahat dan bersiap shalat Shubuh. Beliau sendiri masuk ke kamar kerjanya.” Di kamar itu, beliau ditemani Bilal dan Burhan. Tapi Bilal diminta keluar kamar. Saat itulah, Sayyid Muhammad al-Maliki tiba-tiba bertanya kepada Burhan. “Hai, Burhan. Aku sebaiknya istirahat di kursi atau di bumi maksudnya karpet?” “Terserah Abuya.” Sahut Burhan bingung, karena tidak tahu harus menjawab Abuya. Bagaimana mungkin seorang murid memutuskan sesuatu untuk gurunya? “Saya akan istirahat di bumi saja,” Kata Sayyid Muhammad al-Maliki. Beliau kemudian duduk menghadap kiblat dan bersandar. Sesaat, sempat mengambil buku dari tangan Burhan. Tapi kemudian, diletakkan di meja, lalu beliau menengadah menyebut,“Lailaaha illallah….” “Innalillahi wainna ilaihi raji’un...”hanya itu yang terucap dari mulut Burhan. Hari tepat tanggal 15 Ramadhan 1425 H atau 29 Oktober 2004, saat pagi mulai membuka kehidupan, Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani wafat. Jenazah almarhum langsung dibawa ke rumah sakit. Dokter menyuruh semua keluarga dan murid-murid beliau untuk pulang ke Pondok Pesantren. Tepat seusai shalat Shubuh, ambulan rumah sakit yang membawa jenazah Abuya, tiba di kediaman beliau. “Saya pingsan. Ya, sepertinya, pertemuan saya dengan beliau hanya untuk mengantarkan jenazahnya ke Ma’la, tempat beliau dimakamkan, dekat dengan makam Sayyidah Khadijah al-Kubra, yang qasidahnya dibaca setiap kali selesai shalat Tarawih.” Ilaa hadhrotinnabiyil musthofa rosulullah shollallohu alaihi wasallam, wa ila ruuhi sayyid muhammad bin alawi al-maliki qoddasallahu sirrohu wanawwaro dloriihahu, al-Fatihah... [ Disusun oleh Sya’roni As-Samfuriy pada 15 Ramadhan 1434 H, dari berbagai sumber, tayang di Pustaka Muhibbin.
Foto Sayyid Muhammad Al Maliki - As-Sayyid Muhammad bib Alawi Al Maliki Al Hasani adalah ulama besar asal saudi arabia. beliau merupakan salah satu ulama ahlussunnah wal jamaah terbesar pada zamannya. sayyid muhammad al-maliki bersama dengan ayahnya sayyid alawy adalah guru dari ulama ulama ahlussunnah di indonesia. oleh murid-muridnya beliau biasa dipanggil dengan sebutan abuya. Ulama ulama besar di tanah air seperti pendiri NU kyai hasyim asyari dan mbah maimoen zubair adalah murid dari sayyid alawy yang merupakan ayah dari sayyid muhammad al-maliki. setelah ayahnya meninggal, sayyid muhammad lah yang menjadi penerusnya, murid muridnya berasal dari seluruh penjuru dunia termasuk dari indonesia. Sayyid muhammad maliki menjadi rujukan ilmu bagi santri santri tanah air selepas wafatnya sang ayah sayyid alwi. beliau juga sangat produktif dan telah menulis banyak sekali kitab kitab ilmu, ini sekaligus menunjukkan ketinggian ilmu yang beliau miliki. Banyak sekali sebenarnya yang penulis ingin jabarkan, namun kita kembali pada fokus utama yaitu mengenai kumpulan foto abuya sayyid muhammad bin alwi al-maliki. so langsung saja berikut ini koleksi galeri foto Assayyid muhammad maliki lengkap update terbaru yang kami kumpulkan dari berbagai sumber . . . Foto Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Sekian artikel tentang koleksi 40+ gambar dan foto as-sayyid muhammad bin alwi al maliki, seorang pejuang ahlussunnah wal jamaah abad ini. bagi yang ingin mendownload dan meyimpannya untuk dijadikan wallpaper tinggal anda klik kanan pada foto, lalu pilih save as. semoga bermanfaat dan bisa menjadikan kita semakin cinta kepada para ulama.
putra sayyid muhammad al maliki